Dia selalu tersenyum dan menyapaku dengan ramah. Dia begitu rapi dalam
berpakaian, walau dalam usianya yang sudah meginjak 60 tahun. Aku selalu
memanggilnya Nek Mirah. Karena dia sudah punya cucu 5 orang dari ke
3 anaknya yang semuanya perempuan.
Nek Mirah seorang tukan cucui pakaian anak-anak kos. Dia selalu datang mengambil
cucian yang sudah dibungkus dalam plastik dan diberi nama, kemudian akan
mengembalikannya besoknya setelah distrika. Aku melihatnya dengan sopan pula.
Ketika di memasuki kamar kosku, dia selalu menyapaku, hanya ini cuciannya, mas?
Setiap sore aku memberikan pakaian kotorku, berupa dua stel pakaian, tambah
celana dalam dan singlet.
\"Nenek sudah usia 60 tahun tapi tubuh nenek masih padat dan kencang,\" kataku
memujinya. Dia tersenyum. Katanya dia selalu minum jamu dan harus tetap sehat.
Kalau tidak, bagaimana mau hidup. Sementara semua anak-anaknya hidup dengan
sedrahana bersama keluarga masing-masing.
\"Tapi nenek masih tetap cantik,\" kataku berterus terang. Aku memang harus jujur,
kalau gurat-gurat sisa kecantikan di wajahnya masih terlihat. Giginya yang
terawat bagus dalam usianya itu. Aku melihat pantatnya masih tonggek. Dadanya
masih padat dibalut oleh Bra. Kulitnya bersih sawo matang, hampuir kuning
langsat. Tanpa sengaja karena geram, aku mengelus pantatnya yang tonggek.
\"Huss...nantyi dilihat orang, malu,\" katanya. Oh...berarti kalau tidak dilihat
orang berarti bisa,bisik hatiku. Cepat kututup pintu kamar dan menururnkan kain
gorijn. Aku raba memeknya dari balik kain sarungnya.
\"Ikh...Mas. Aku sudah tua, kok Mas ini justru suka gratil,\" katanya.
\"Tapi aku nafsu melihat nenek,\" kataku berterus terang.
\"Kan banyak yang masih muda. Kenapa mau sama nenek-nenek?\" kagtanya lagi, sambil
terus memasukan kain kotorku ke dalam plastik yang sudah tersedia.
\"Yang penting, walautua masih bisa memuaskan,\" kataku.
\"Kalau soal memuaskan, nenek memang ahlinya,\" katanya memuji dirinya.
\"Kalau begitu, ayo lah nek. Sebentar aja kok,\" kataku. Nenek itu tersenyum lagi.
\"Nanti nyesal,\" kata nenek dengan genitnya.
Aku langsung memeluknya dan meraba memeknya dari balik sarungnya. Kuremas-remas
teteknya dan perlahan kulepaskan ikatan kain sarungnya. Sarung itu sudah
terlepas. Celananya warna krem keliatan jelas. Rambutnya yang selalu tersisir
rapi dan diikat, serta dia selalu memakai kebaya. Kukecup bibirnya dan
kupermainkan lidahku di dalamnya, sembari merabai pantatnya yang tonggek.
Perlahan kulepas celana dalamnya.
\"Nanti ketahuan orang. Malu,\" katanya.
\"Kan kita tidak bercerita kepda orang,\" bisikku.
\"Nanti kalau ada yang masuk bagaimana?\" katanya
\"Pintu sudah dikunci. Kalau ada yang ketuk jangan dibuka saja. Orang akan
berpikir, aku sedang keluar,\" kataku.
Kurebahkan dia dilantai dan kutindih tubuhnya. Aku membuka sarungku hingga
kontolku yang sudah berdiri tegak mulai kuarahkan ke memeknya. Akua melihat bulu-bulunya
yang sudah menipis dan beberapa uban sudah tumbuh pada kemaluannya.
Kukangkangkan kedua pahanya dan kuarahklan kontolku ke memek nenek itu.
Perlahan kutekan konetolku ke dalam memeknya. Terasa sedikit kesat.
\"Pelan dikit...\" katanya. Walau memeknya sudah agak lebar, tapi terasa kesat.
Mungkin getahnya sudah agak kering. Perlahan kutekan kembali kontolku. Nenek
melebarkan memeknya dan perlahan pula kontolku memasuki memek nenek.
Setelah yakin semua kontolku masuk, perlahan aku tarik dan perlahan pula kutekan
ke dalam memeknya.
\"Punya Dimas lumayan juga kerasnya,\" bisik nenek. Aku tersenyum. Sembari aku
membuka kebayanya dan melepas pengkait bra-nya. Tersembul teteknya. Walau tetek
itu tidak seperti tetek seorang gadis, tapi tidak terlelu molor. Kuisap-isap
pentinya. Nenek meinta agar aku mengigit-gigitnya perlahan-lahan. Aku
menggigitnya perlahan sembari memgisap-isapnya. Aku terus meanrik-cucuk kontolku.
Kini terasa kontolku sudah bisa leluasa keluar masuk memeknya. Sudah terasa
licin, namun masih kesat. Nikmat juga memek nenek Mirah.
Dengan cepat seperti seorang pendekar, nenek membalikkan tubuhku setelah
dipeluknya kuat-kuat. Kini aku berada di bawa dean Nek Mirah berada di atasku.
Kontolku masih berada dalam memeknya. Nek Mirah duduk mengangkangiku dan memutar-mutar
pantatnya, membuat kontolku seperti dipermainkan.
\"Enak enggak?\" tanyanya tersenyum.
\"Enak nek. Aku belum pernah ngentot selama ini,\" kataku berterus terang.
\"Aku sudah mau keluar nek,\" kataku. Nek Mirah memperlambat goyangannya. Sesekali
aku merasa kontolku seperti dijepit-jepit di dalam memeknya. Aku merasa nikmat
sekali.
Nek Mira menunduk dan mengisap-isap puting tetekku. Lidahnya dipermainkan di
puting tetekku. Aku menggelinjang.
\"Nikmat sayang,\" katanya merayu dan mengajukku. Aku mengakui rasa nikmatku. Nek
Mira tersenyum manis lagi.
Tiba-tiba Nek Mira menekan kuat pantatnya hingga kontolku terbenam jauh dan
terasa buah jakarku tertekan. Aku merasakan ada lendir panas menyemprot kontolku.
Sejak Nek Mira berhenti dan nafasnya memburu, lalu memutar lagi pantatnya di
atasku, membuat kontolku terasa ngilu dan aku merasakan melayang.
\"Nek...\" kataku.
\"Ya udah...tembak saja,\" katanya tersenyum. Aku pun melepaskan spermaku beberap
kali di dalam memeknya. Nek Mira tersenyu lagi.
\"Sudah puas?\" katanya seperti mengajuk dan mengejekku.
\"Puas sekali nek,\" kataku.
\"Besok mau lagi?\"
\"Mau nek.\"
\"Kalau lagi aman ya sayang,\" katanya. Aku mengangguk.
\"Aku sudah lama menginginkanmu,\" katanya. Dia tidak lagi memanggilku Dimas. Dia
sudah berkau-kau dan bersayang-sayang.
\"OK..kekasihku,\" kataku tak kalah genitnya. Nek Mirah tersenyum.
\"Enakya punya pacar nenek-nenek?\" tanyanya.
\"Enak. Soalnya nenek-nenek tapi masih gesit,\" kataku memuji. Dia tersenyum lagi
memperlihatkan gigi kebanggaannya yang masih rapai dan putih bersih.
Kami memasuki kamar mandi dan cebok. Ku buka pintu. Setelah aman, Nek Mira
keluar dari kamarku denga tersenyum. Besoknya dia datang dan menyerahkan sebotul
Vaseline seperti salep putih.
\"Kalau mau main, kamu oleskan dulu ini ke anu-mu, baru masukkan ke tempat nenek,\"
katanya mengajariku. Mulanya aku tidak mengerti. Lama kelamaan aku mengerti,
agar tidak perih, vaseline itu harus dipoleskan dulu agar licin, karena memek
Nek Mira sudah kurang getahnya.
Jika ada kesempatan, kami selalu melakukan persetubuhan. Nek Mira semakin manja
dan selalu membawaku oleh-oleh seperti ketan hitam ditaburi kelapa dan sedikit
garam serta satu-dua buah pisang goreng. terkadang dia membawaku lauk yang dia
masak sendiri. Terkadang dia membawaku makanan tiwul. Aku juga jika pulang dari
kulaih, aku selalu membelikannya makanan, seperti cake, Pizza dan makanan
lainnya. Nek Mira senang sekali menerima makanan yang aku berikan.
Sekali waktu, aku datang ke rumahnya yang kecil mungil. Aku melihat rumahnya
tertata rapi. Dan sekali waktu, dia datang pada pukul 24.00 ke kamarku. Keadaan
sudah sangat sepi dan kawan-klawan yang sempat bertandang, sudah pada pulang.
Rindu dan tak bisa tidur, katanya. Kuajak dia tidur bersamaku. Malam itu kami
bersetubuh sepuas-puasnya. Nek Mira juga pintar mengisap dan menjilati kontolku
sampai ke lubang duburku dijilatnya. Kami tidur telanjang berpelukan malam itu.
Pagi pukul lima, Nek Mira terbangun dia memasakkan sarapan buatku. Begitu aku
terbangun, Nek Mira sudah menyuguhkan susu hangat dan telur setengah masak. Dia
sudah mandi dan rapi.
Selsai aku mandi, masih dengan sarung, aku duduk dan sarapan. Tapi Nek Mira
justru masuk ke bawahku dan mengisap kontolku ketika aku sarapan.
\"Biar kedua-duanya sarapan,\" kata Nek Mirah.
Tiga tahun kami melakukan percintaan kami tanpa siapapun yang tahu, karena kami
rapi menjaganya. Setelah lulus kuliah, aku permisi. Di tempat kerjaku di sebuah
pedalaman Kalimantan, aku mendapatkan perempuaan yang sama. AKu menyebutnya Nek
Julia. Seorang perempuan Dayak yang putih dan mulus serta cantik dan pandai
menjaga diri dengan ramuan kunonya. Dia keturunan Dayak yang sudah modern. Nanti
aku akan bercerita tentang Nek Julia ini.
berpakaian, walau dalam usianya yang sudah meginjak 60 tahun. Aku selalu
memanggilnya Nek Mirah. Karena dia sudah punya cucu 5 orang dari ke
3 anaknya yang semuanya perempuan.
Nek Mirah seorang tukan cucui pakaian anak-anak kos. Dia selalu datang mengambil
cucian yang sudah dibungkus dalam plastik dan diberi nama, kemudian akan
mengembalikannya besoknya setelah distrika. Aku melihatnya dengan sopan pula.
Ketika di memasuki kamar kosku, dia selalu menyapaku, hanya ini cuciannya, mas?
Setiap sore aku memberikan pakaian kotorku, berupa dua stel pakaian, tambah
celana dalam dan singlet.
\"Nenek sudah usia 60 tahun tapi tubuh nenek masih padat dan kencang,\" kataku
memujinya. Dia tersenyum. Katanya dia selalu minum jamu dan harus tetap sehat.
Kalau tidak, bagaimana mau hidup. Sementara semua anak-anaknya hidup dengan
sedrahana bersama keluarga masing-masing.
\"Tapi nenek masih tetap cantik,\" kataku berterus terang. Aku memang harus jujur,
kalau gurat-gurat sisa kecantikan di wajahnya masih terlihat. Giginya yang
terawat bagus dalam usianya itu. Aku melihat pantatnya masih tonggek. Dadanya
masih padat dibalut oleh Bra. Kulitnya bersih sawo matang, hampuir kuning
langsat. Tanpa sengaja karena geram, aku mengelus pantatnya yang tonggek.
\"Huss...nantyi dilihat orang, malu,\" katanya. Oh...berarti kalau tidak dilihat
orang berarti bisa,bisik hatiku. Cepat kututup pintu kamar dan menururnkan kain
gorijn. Aku raba memeknya dari balik kain sarungnya.
\"Ikh...Mas. Aku sudah tua, kok Mas ini justru suka gratil,\" katanya.
\"Tapi aku nafsu melihat nenek,\" kataku berterus terang.
\"Kan banyak yang masih muda. Kenapa mau sama nenek-nenek?\" kagtanya lagi, sambil
terus memasukan kain kotorku ke dalam plastik yang sudah tersedia.
\"Yang penting, walautua masih bisa memuaskan,\" kataku.
\"Kalau soal memuaskan, nenek memang ahlinya,\" katanya memuji dirinya.
\"Kalau begitu, ayo lah nek. Sebentar aja kok,\" kataku. Nenek itu tersenyum lagi.
\"Nanti nyesal,\" kata nenek dengan genitnya.
Aku langsung memeluknya dan meraba memeknya dari balik sarungnya. Kuremas-remas
teteknya dan perlahan kulepaskan ikatan kain sarungnya. Sarung itu sudah
terlepas. Celananya warna krem keliatan jelas. Rambutnya yang selalu tersisir
rapi dan diikat, serta dia selalu memakai kebaya. Kukecup bibirnya dan
kupermainkan lidahku di dalamnya, sembari merabai pantatnya yang tonggek.
Perlahan kulepas celana dalamnya.
\"Nanti ketahuan orang. Malu,\" katanya.
\"Kan kita tidak bercerita kepda orang,\" bisikku.
\"Nanti kalau ada yang masuk bagaimana?\" katanya
\"Pintu sudah dikunci. Kalau ada yang ketuk jangan dibuka saja. Orang akan
berpikir, aku sedang keluar,\" kataku.
Kurebahkan dia dilantai dan kutindih tubuhnya. Aku membuka sarungku hingga
kontolku yang sudah berdiri tegak mulai kuarahkan ke memeknya. Akua melihat bulu-bulunya
yang sudah menipis dan beberapa uban sudah tumbuh pada kemaluannya.
Kukangkangkan kedua pahanya dan kuarahklan kontolku ke memek nenek itu.
Perlahan kutekan konetolku ke dalam memeknya. Terasa sedikit kesat.
\"Pelan dikit...\" katanya. Walau memeknya sudah agak lebar, tapi terasa kesat.
Mungkin getahnya sudah agak kering. Perlahan kutekan kembali kontolku. Nenek
melebarkan memeknya dan perlahan pula kontolku memasuki memek nenek.
Setelah yakin semua kontolku masuk, perlahan aku tarik dan perlahan pula kutekan
ke dalam memeknya.
\"Punya Dimas lumayan juga kerasnya,\" bisik nenek. Aku tersenyum. Sembari aku
membuka kebayanya dan melepas pengkait bra-nya. Tersembul teteknya. Walau tetek
itu tidak seperti tetek seorang gadis, tapi tidak terlelu molor. Kuisap-isap
pentinya. Nenek meinta agar aku mengigit-gigitnya perlahan-lahan. Aku
menggigitnya perlahan sembari memgisap-isapnya. Aku terus meanrik-cucuk kontolku.
Kini terasa kontolku sudah bisa leluasa keluar masuk memeknya. Sudah terasa
licin, namun masih kesat. Nikmat juga memek nenek Mirah.
Dengan cepat seperti seorang pendekar, nenek membalikkan tubuhku setelah
dipeluknya kuat-kuat. Kini aku berada di bawa dean Nek Mirah berada di atasku.
Kontolku masih berada dalam memeknya. Nek Mirah duduk mengangkangiku dan memutar-mutar
pantatnya, membuat kontolku seperti dipermainkan.
\"Enak enggak?\" tanyanya tersenyum.
\"Enak nek. Aku belum pernah ngentot selama ini,\" kataku berterus terang.
\"Aku sudah mau keluar nek,\" kataku. Nek Mirah memperlambat goyangannya. Sesekali
aku merasa kontolku seperti dijepit-jepit di dalam memeknya. Aku merasa nikmat
sekali.
Nek Mira menunduk dan mengisap-isap puting tetekku. Lidahnya dipermainkan di
puting tetekku. Aku menggelinjang.
\"Nikmat sayang,\" katanya merayu dan mengajukku. Aku mengakui rasa nikmatku. Nek
Mira tersenyum manis lagi.
Tiba-tiba Nek Mira menekan kuat pantatnya hingga kontolku terbenam jauh dan
terasa buah jakarku tertekan. Aku merasakan ada lendir panas menyemprot kontolku.
Sejak Nek Mira berhenti dan nafasnya memburu, lalu memutar lagi pantatnya di
atasku, membuat kontolku terasa ngilu dan aku merasakan melayang.
\"Nek...\" kataku.
\"Ya udah...tembak saja,\" katanya tersenyum. Aku pun melepaskan spermaku beberap
kali di dalam memeknya. Nek Mira tersenyu lagi.
\"Sudah puas?\" katanya seperti mengajuk dan mengejekku.
\"Puas sekali nek,\" kataku.
\"Besok mau lagi?\"
\"Mau nek.\"
\"Kalau lagi aman ya sayang,\" katanya. Aku mengangguk.
\"Aku sudah lama menginginkanmu,\" katanya. Dia tidak lagi memanggilku Dimas. Dia
sudah berkau-kau dan bersayang-sayang.
\"OK..kekasihku,\" kataku tak kalah genitnya. Nek Mirah tersenyum.
\"Enakya punya pacar nenek-nenek?\" tanyanya.
\"Enak. Soalnya nenek-nenek tapi masih gesit,\" kataku memuji. Dia tersenyum lagi
memperlihatkan gigi kebanggaannya yang masih rapai dan putih bersih.
Kami memasuki kamar mandi dan cebok. Ku buka pintu. Setelah aman, Nek Mira
keluar dari kamarku denga tersenyum. Besoknya dia datang dan menyerahkan sebotul
Vaseline seperti salep putih.
\"Kalau mau main, kamu oleskan dulu ini ke anu-mu, baru masukkan ke tempat nenek,\"
katanya mengajariku. Mulanya aku tidak mengerti. Lama kelamaan aku mengerti,
agar tidak perih, vaseline itu harus dipoleskan dulu agar licin, karena memek
Nek Mira sudah kurang getahnya.
Jika ada kesempatan, kami selalu melakukan persetubuhan. Nek Mira semakin manja
dan selalu membawaku oleh-oleh seperti ketan hitam ditaburi kelapa dan sedikit
garam serta satu-dua buah pisang goreng. terkadang dia membawaku lauk yang dia
masak sendiri. Terkadang dia membawaku makanan tiwul. Aku juga jika pulang dari
kulaih, aku selalu membelikannya makanan, seperti cake, Pizza dan makanan
lainnya. Nek Mira senang sekali menerima makanan yang aku berikan.
Sekali waktu, aku datang ke rumahnya yang kecil mungil. Aku melihat rumahnya
tertata rapi. Dan sekali waktu, dia datang pada pukul 24.00 ke kamarku. Keadaan
sudah sangat sepi dan kawan-klawan yang sempat bertandang, sudah pada pulang.
Rindu dan tak bisa tidur, katanya. Kuajak dia tidur bersamaku. Malam itu kami
bersetubuh sepuas-puasnya. Nek Mira juga pintar mengisap dan menjilati kontolku
sampai ke lubang duburku dijilatnya. Kami tidur telanjang berpelukan malam itu.
Pagi pukul lima, Nek Mira terbangun dia memasakkan sarapan buatku. Begitu aku
terbangun, Nek Mira sudah menyuguhkan susu hangat dan telur setengah masak. Dia
sudah mandi dan rapi.
Selsai aku mandi, masih dengan sarung, aku duduk dan sarapan. Tapi Nek Mira
justru masuk ke bawahku dan mengisap kontolku ketika aku sarapan.
\"Biar kedua-duanya sarapan,\" kata Nek Mirah.
Tiga tahun kami melakukan percintaan kami tanpa siapapun yang tahu, karena kami
rapi menjaganya. Setelah lulus kuliah, aku permisi. Di tempat kerjaku di sebuah
pedalaman Kalimantan, aku mendapatkan perempuaan yang sama. AKu menyebutnya Nek
Julia. Seorang perempuan Dayak yang putih dan mulus serta cantik dan pandai
menjaga diri dengan ramuan kunonya. Dia keturunan Dayak yang sudah modern. Nanti
aku akan bercerita tentang Nek Julia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar